Cerita-cerita dari laut yang ingin kuceritakan.
Banyak yang ingin aku ceritakan tentang perjalananku, namun sebenarnya aku bukanlah seorang pencerita yang baik. Aku akui itu. Untuk itulah aku belajar menulis, setidaknya tulisanku ini bisa mewakili cerita-cerita yang ingin aku ceritakan. Sudah lama pula aku tidak belajar menulis, oleh sebab itu selepas pulang perjalanan dari negeri gajah putih, dimana di perjalanan itu waktu kuhabiskan lebih banyak di phi phi island. Dari kenangan di phi phi island inilah aku mencoba menulis untuk menceritakan cerita-cerita dari laut yang ingin aku ceritakan.
Kau tahu apa yang kusuka dari laut? Disana aku merasa bisa belajar banyak hal, menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang pertanyaan itu aku sendirilah yang membuatnya. Ada sumber-sumber kekuatan dibawahnya yang dapat engkau ceritakan. Mengapa aku katakan demikian? lihatlah banyak dari penulis-penulis besar mempunyai sumber kekuatan lewat kata-kata muncul dari sana.
Pernah Karunia Fransiska mengatakan “Laut adalah tempat yang tepat untuk memikirkan hal-hal yang tidak terpikirkan di daratan. Ketenangannya mampu membekukan segala tanda tanya.”
Berbeda lagi dengan Fahd Djibran, darinya aku membayangkan bagaimana jika sungai-sungai mengkhianati naturnya untuk kembali kepada laut: kemanakah mereka akan pulang?
Aku membayangkan sungai-sungai yang lupa jalan pulang, atau sengaja melupakannya, membendung dirinya sendiri dengan macam-macam penyumbat: Batu-batu, sandal jepit, mainan anak-anak, pembalut, kantung plastik, botol bir, atau apa saja. Aku membayangkan airnya jadi kotor dan tergenang. Nyamuk-nyamuk bertelur disana, kuman-kuman berkembang biak. Orang-orang membencinya, menjauhinya. Tapi pada akhirnya, sungai yang ‘amnesia’ dan keras kepala ini toh akan pulang juga. Barangkali matahari akan menguapkannya menjadi udara, kemudian gerombolan awan akan mengubahnya jadi hujan; Bagaimanapun ia akan mengalir lagi, dan demikianlah: Pada akhirnya ke laut juga.
Aku membayangkan sungai-sungai yang dicemari limbah dan sampah-sampah. Barangkali dirinya tak mau dikotori: Inginnya mengalir saja sebagai dirinya sendiri (yang bersih dan baik-baik) hingga akhirnya sampai ke laut. tetapi susah juga memang; Perjalanannya yang panjang, pertemuannya dengan aliran-aliran lain, manusia-manusia yang bermacam-macam, desa-desa, dan kota-kota dengan kehidupan tak terduga, membuatnya tak bisa menghindar dari ‘sampah dan limbah’. Tapi, jika ia terus mengalir:
Aku tak pernah mendengar satupun cerita ihwal laut yang menolak sungai dengan latar belakang apapun untuk bermuara kepadanya. Jika ia terpaksa tersumbat, dan airnya yang kotor terpaksa tergenang, pada akhirnya siklus hidrologi akan membuatnya kembali ke laut juga, kan?
Aku membayangkan sungai-sungai yang ‘bersih dan baik-baik’. Sungai-sungai yang dengan beruntung mengaliri desa-desa tempat tinggal orang-orang baik: Kadang-kadang ada ibu-ibu yang mencuci di sepanjang alirannya, anak-anak yang berenang dengan riang, juga cerita-cerita menyenangkan lainnya seperti kisah-kisah cinta remaja. Betapa bahagianya mereka, sungai-sungai ini, hidup mereka tenang dan pada akhirnya bisa kembali dengan tenang: Ke laut.
Aku membayangkan laut sebagai tempat kembali yang demikian lapang dan baik hati: Ia selalu bersedia menampung semua sungai yag datang kepadanya. Sungai yang bersih dan tidak bersih, yang baik-baik atau yang sempat tersumbat, semua diterimanya: Semua jenis air seketika menjadi suci dalam dekapannya.
Aku membayangkan seorang alim dan baik hati yang diterima dalam dekapannya Tuhannya. Aku membayangkan seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing diterima dalam dekapan Tuhannya. Aku membayangkan pembunuh yang diampuni dalam perjalanan taubatnya diterima dalam dekapan Tuhannya. Betapa agung.
Aku membayangkan dan bertanya-tanya: Jika Tuhan digambarkan sedemikian bengis tak mau menerima sebagian makhluknya yang dianggap kotor dan berdosa, kemananakah sesungguhnya mereka akan kembali? ke laut? tentu saja tidak. Aku membayangkan Tuhan yang terlanjur diceritakan manusia dengan cara-cara yang salah dan menakutkan!
Kini, aku sedang tak membayangkan, aku menyakininya dengan sungguh-sungguh: Tuhan lebih besar daripada laut, lebih luas dari semesta, lebih agung dari segalanya. Maka, tak usah ragu untuk kembali, tak usah merasa bukan siapa-siapa atau merasa terlalu berdosa, teruslah mengalir: Tuhan tak akan menolakmu dan akan selalu menerimamu!
Aku membayangkan akan menuliskan kalimat ini , mengatakannya seperti seorang kekasih yang duduk di sampingmu, merangkul pundakmu dan berkata:
Mengalirlah… Sesungguhnya air bersih yang diam lebih busuk daripada air kotor yang mengalir…